Kata orang banyak, pendidikan adalah hal terpenting di dunia ini setelah ilmu agama.
Orang yang tinggi pendidikannya adalah orang yang terpandang, orang yang tinggi pendidikannya maka derajat sosialnya akan meningkat.
Orang yang tinggi pendidikannya akan disegani oleh siapapun, bahkan pemerintah sekalipun.
Dan kata orang banyak, memperoleh pendidikan yang tinggi tidaklah semudah dengan membalikkan telapak tangan, butuh usaha dan juga proses.
Tapi sayangnya, sejak duduk di bangku Sekolah Dasar hingga bangku Sekolah Menengah Atas seperti sekarang, bagiku pribadi hal yang paling penting bukanlah pendidikan, tetapi ilmu dari suatu pendidikanlah yang penting. Kenapa?
Karena nyatanya kebanyakan dari mereka yang kukenal memiliki pendidikan tinggi, semuanya dilalui dengan cara instan.
Tak banyak dari mereka yang memperoleh pendidikan berkualias melalui proses yang panjang.
Jika ingin kuceritakan, semua kecurangan ini mulai kurasakan, bermula dari adanya bimbingan belajar diluar sekolah yang dilakukan oleh guru-guru, berakhir dengan adanya kisi-kisi yang diberikan sebelum hari ujian tiba. Semuanya perlahan mengalir begitu saja, hingga semakin kesini mereka yang kukenal semakin menjadi. Siklus memperoleh kisi-kisi - mencari jawaban - belajar hingga larut malam - menjawab soal keesokan harinya, semua perlahan mulai berubah.
Siklus yang baru kini telah kukenal dan ketahui, memperoleh kisi-kisi - mencari jawaban - membuat catatan kecil tuk diselipkan - mempotretnya - berbagi tugas dengan kawan sebelah tuk dipelajari.
Singkatnya, sebut saja siklus ini dengan siklus mencontek atau siklus kecurangan.
Siklus lama tak lagi dikenal mereka.
Awalnya kupikir, sekolah-sekolah tak akan membiarkan siklus ini berkembang pesat dan menyebar. Tapi nyatanya, kebanyakan dari guru-guru dan para staff sekolah seolah-olah menutup mata juga telinga akan siklus ini.
Memang tak tahu atau memang tahu tetapi sengaja tak perduli akan siklus ini.
Dan semakin hari, semakin lama, semua kecurangan terasa biasa saja, seperti sebuah hal yang lumrah tuk dilakukan. Seperti merupakan sebuah kewajiban yang menjadi asupan sehari-hari.
Sejak berada di bangku Sekolah Dasar, aku pernah mendapati salah seorang temanku yang mendapat bocoran soal ujian sekolah.
Sempat tak ingin kupikirkan lagi, namun rasa penasaran itu terus mendorongku untuk mengetahui lebih dalam lagi.
Hingga akhirnya sebuah fakta kutemui, bocoran soal itu tak lain dan tak bukan berasal dari sekolahku sendiri, berasal dari salah satu guru yang tidak bertanggung jawab. Berasal dari salah satu guru yang tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap pendidikan.
Dan pihak sekolah menutup mata akan hal itu.
Semakin beranjak dewasa dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, aku kembali merasakan yang namanya kecurangan. Semua berawal dari les yang dibuka oleh salah seorang guru fisika.
Awalnya hanya latihan biasa, sampai akhirnya aku tahu jika les ini bertujuan untuk membantu nilai para siswa-siswinya dengan cara membocorkan soal. Tentu saja, barangsiapa yang tak ikut les maka jangan harap bisa menjawab soal dengan baik. Sekalipun kamu dapat melakukannya dengan belajar sungguh-sungguh, jangan harap nilaimu bisa sempurna mengalahkan nilai mereka yang mengikuti les.
Sesuatu kesalahan yang ada dalam les ini adalah, pemberian materi yang sangat kacau, tak semua yang mengikuti les akan mengerti, tak semua yang mengikuti les esok harinya bisa lancar menjawab soal. Tetapi nilai-nilai mereka yang mengikuti les akan naik drastis.
Selama 3 tahun berusaha bertahan di bangku SMP, kini masa Sekolah Menengah Atas telah menantiku.
Kupikir lembaran baru akan dimulai, kecurangan akan berakhir, namun nyatanya tidak.
Semua kecurangan semakin terlihat jelas, dan sangat terlihat jelas jika mereka dengan sengaja menutup mata juga telinganya.
Siapa yang memiliki fisik yang layak, memiliki orang tua terpandang, maka merekalah yang akan dilihat, maka merekalah yang akan di anak emaskan.
Tak perduli seperti apa disiplinnya mereka dalam bersekolah, dan seperti apa kelakuan sebenarnya.
Dan siapa yang tak sebanding dengan syarat itu, maka dialah yang akan tersingkirkan. Tak perduli seperti apa disiplinnya ia mengerjakan tugas, mengumpulkan tugas, melengkapi tugas. Tak perduli seberapa besar usahanya tuk belajar hingga jauh-jauh malam.
Tak perduli seberapa besar pengorbanan yang dilakukannya untuk bersekolah dengan baik. Sepertinya aku akan tetap kalah dari mereka.
Jika kalian bertanya-tanya apakah aku pernah melaporkan kecurangan-kecurangan ini, maka jawabannya adalah TIDAK.
Tetapi jawabanku memiliki alasan, apa?
Semua terlihat saat hari itu salah seorang murid di ruangan tempatku ujian ketahuan membawa hp tepat saat ujian berlangsung, namun pengawas hanya bertanya tanpa mengambil barang bukti.
Menurutku jika hal separah itu dan memiliki bukti kuat saja tidak di tindak lanjuti, maka apa gunanya aku yang melaporkan sesuatu hanya dengan bukti dari penglihatan ku seorang?
Jika kalian bertanya lagi apa aku sempat ingin menyerah dengan mereka yang terlalu sering melakukan kecurangan, maka jawabannya adalah YA.
Aku sempat merasa kalah dan merasa putus asa juga percuma untuk melawan mereka. Teknologi dibandingkan dengan kapasitas otakku untuk belajar kupikir tidak sebanding. Dan rasa lelah untuk berjuang sendiri itu perlahan mulai membesar. Siapapun juga mungkin akan merasakan hal yang sama sepertiku.
Hingga akhirnya, saat ini, aku memutuskan untuk mulai mengikuti segala kecurangan ini dengan menjadi bagian dari mereka. Hanya sebatas ingin tahu bagaimana dan seperti apa rasanya.
Awalnya memang enak, tetapi untuk kali keduanya, tepatnya hari ini, kecurangan itu terbongkar, tepat saat kali kedua aku menjadi bagian dari kecurangan itu. Nama dan juga harga diriku seketika hancur didepan pengawas hari ini.
Meskipun aku tidak melihat contekan itu sama sekali, tetap saja, siapa yang akan percaya? Beliau mengambil kertas itu, menyebarluaskan kejadian hari ini kepada seluruh staff sekolah, guru-guru bahkan mungkin kepala sekolah.
Aku tak tahu apa yang akan terjadi esok, apa yang akan terjadi tuk kedepannya. Mungkin saja aku kehilangan kepercayaan dari semua guru mata pelajaran, mungkin saja orang tuaku akan dihubungi, mungkin saja aku akan dihujat dengan kata-kata pedas yang keluar dari mulut mereka, atau mungkin saja nilai raportku akan turun.
Atau mungkin, semuanya akan berlalu begitu saja sampai kejadian ini kan terulang lagi hingga membentuk siklus baru yang menjadi bagian dari kecurangan. Entahlah...
Aku tak masalah jika nantinya hal buruk akan menimpaku, karena aku tahu, hal yang kulakukan adalah sebuah kesalahan, meskipun baru dua hari berjalan.
Tetap saja, kecurangan adalah kecurangan, nikmat yang dirasakan hanya sementara.
Jika diminta untuk mengakuinya, aku berjanji dengan diriku sendiri untuk jujur dan berkata sekeras mungkin bahwa aku bersalah.
Bagiku ini adalah sebuah pembelajaran.
Tapi yang kupertanyakan hanyalah,
"Kemana keadilan pergi selama ini?"
"Kemana mata juga telinga para staff sekolah pergi?"
"Kemana fakta kecurangan yang kalian ketahui dibuang?"
"Kenapa sejak aku berada di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah atas ini, mata juga telinga itu dibuka tepat saat aku mulai terjerat?"
"Apa setelah ini kalian akan kembali menutup mata juga telinga itu?"
"Apa setelah ini, siklus kecurangan busuk itu masih berlanjut dan terus terulang lagi?"
Aku benar-benar berharap jawabannya adalah TIDAK.
Sistem pendidikan tidaklah bobrok, yang bobrok adalah para manusia-manusia yang menjalankan sistem pendidikan itu.
Dan bukanlah pendidikan yang akan mengangkat derajat sosial manusia, tetapi ilmu lah yang mengangkat derajat sosial kita, dan juga membuat kita terpandang.
Bukan masalah dia Si peringkat satu dikelas, dia Si anak emas guru-guru, dia Si cerdas, dia Si pemilik nilai-nilai bagus, dia Si penempuh S3 atau dia yang memiliki jabatan tinggi.
Tetapi ini adalah masalah ilmu yang dimiliki dan juga kehidupan jujur yang dimiliki.
Ini adalah tentang adab manusia dalam kehidupan yang kian hari kian memburuk dan tak pantas lagi tuk disebut adab bahkan tuk dinilai sekalipun.
Kuharap semua segera ditangani hingga pulih dan membaik, sehingga bermanfaat, menguntungkan dan juga membanggakan untuk kita semua.
Dariku yang masih 17 tahun
Oceana Alsky
Komentar
Posting Komentar